Bagaimana Hukum Menemukan Uang Di Jalan
Para pembaca Bimbinganislam.com yang memiliki akhlaq mulia berikut kami sajikan tanya jawab, serta pembahasan tentang Bagaimana Hukum Menemukan Uang Di Jalan, selamat membaca.
بِسْـمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ
Ustadz ana ingin bertanya bagaimana hukum mengambil uang dijalan ketika kita menemukan uang dijalan? Bolehkah diambil atau tidak.
وَعَلَيْكُمُ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ بِسْـمِ اللّهِ
Alhamdulillāh Washshalātu wassalāmu ‘alā rasūlillāh, wa ‘alā ālihi wa ash hābihi ajma’in
Jika uang tersebut nominal nya kecil dan tidak mungkin orang itu akan kembali untuk mencarinya maka ini boleh diambil karena masuk luqothoh yang boleh dimanfaatkan langsung ini sebagimana yang dikabarkan oleh Anas Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Nabi Shallallahu alaihi wa sallam melewati sebiji kurma di jalan, lalu beliau bersabda:
لَوْ لاَ أَنِّي أَخَافُ أَنْ تَكُوْنَ مِنَ الصَّدَقَةِ َلأَكَلْتُهَا.
“Seandainya aku tidak takut kalau ia dari (harta) shadaqah, niscaya aku akan memakannya.” (Muttafaq ‘alaih: Shahiih al-Bukhari no. 2431, Shahiih Muslim no. 1071, Sunan Abi Dawud no. 1636). Tapi jika sesuatu hal berharga dan pasti orang akan mencarinya maka lakukan seperti yang diriwayatkan oleh Suwaid bin Ghaflah, ia berkata,
“Aku bertemu dengan Ubaiy bin Ka’ab, ia berkata, ‘Aku menemukan sebuah kantung yang berisi seratus dinar, lalu aku mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu beliau bersabda, ‘Umumkan dalam setahun.’ Aku pun mengumumkannya selama satu tahun, dan aku tidak menemukan orang yang mengenalinya. Kemudian aku mendatangi beliau lagi, dan bersabda, ‘Umumkan selama satu tahun.’ Lalu aku mengumumkannya dan tidak menemukan (orang yang mengenalnya). Aku mendatangi beliau untuk yang ketiga kali, dan beliau bersabda:
احْفَظْ وِعَاءَهَا، وعَدَدَهَا، وَوِكَاءَهَا، فَإِنْ جَاءَ صَاحِبُهَا وَإِلاَّ فَاسْتَمْتِعْ بِهَا.
“Jagalah tempatnya, jumlahnya dan tali pengikatnya, kalau pemiliknya datang (maka berikanlah) kalau tidak, maka manfaatkanlah.” “Maka aku pun memanfaatkannya. Setelah itu aku (Suwaid) bertemu dengannya (Ubay) di Makkah, ia berkata, ‘Aku tidak tahu apakah tiga tahun atau satu tahun.” (Muttafaq ‘alaih: Shahiih al-Bukhari no. 2426, Shahiih Muslim no. 1723, Sunan at-Tirmidzi no. 1386, Sunan Ibni Majah no. 2506, Sunan Abi Dawud no 1685). Dari ‘Iyadh bin Himar Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ وَجَدَ لُقَطَةً فَلْيُشْهِدْ ذَا عَدْلٍ أَوْ ذَوَيْ عَدْلٍ ثُمَّ لاَ يُغَيِّرْهُ وَلاَ يَكْتُمْ، فَإِنْ جَاءَ رَبُّهَا فَهُوَ أَحَقُّ بِهَا وَإِلاَّ فَهُوَ مَالُ اللهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ.
“Barangsiapa yang mendapatkan barang temuan, maka hendaklah ia minta persaksian seorang yang adil atau orang-orang yang adil, kemudian ia tidak menggantinya dan tidak menyembunyikannya. Jika pemiliknya datang, maka ia (pemilik) lebih berhak atasnya. Kalau tidak, maka ia adalah harta Allah yang diberikan kepada siapa yang Dia kehendaki.” (Sunan Ibnu Majah no. 2505, Sunan Abi Dawud no. 1693).
Wallahu Ta’ala A’lam.
Dijawab dengan ringkas oleh: Ustadz Achmad Nur Hanafi, Lc. حافظه الله
TRIBUNSUMSEL.COM -- Mungkin di antara kita pernah menemukan uang atau benda berhaga lainnya, di jalan yang kita tidak tahu siapa pemiliknya.Apa hukum menemukan uang di jalan dan ingin memilikinya. Apakah itu termasuk rezeki yang tidak diduga-duga?
Dikutip dari laman nu.online KH Abdul Basith, Pengasuh Pondok Pesantren Al Hikmah Kedaton Bandar Lampung menjelaskan sebagai berikut.
Menemukan uang dalam hukum Islam disebut dengan barang temuan (luqathah) yakni harta yang tersia-sia dari pemiliknya sebab jatuh, lupa dan sebagainya.
Ketika ada seseorang baik baligh atau belum, muslim atau bukan, fasiq ataupun tidak, menemukan barang temuan di jalan, maka bagi dia diperkenankan mengambil atau membiarkannya.
Akan tetapi mengambilnya lebih utama daripada membiarkannya, jika orang yang mengambilnya percaya bahwa dia bisa menjaganya. Seandainya ia membiarkannya tanpa mengambil/memegangnya sama sekali, maka ia tidak memiliki tanggungan apa-apa. Tidak wajib mengangkat saksi atas barang temuan baik karena untuk dimiliki ataupun hanya untuk dijaga.
Dikutip dari baznas.go.id, tentang harta temuan, mnurut hukum Islam, harta temuan tetap menjadi milik asli pemiliknya sampai pemiliknya ditemukan.
Ini berarti bahwa seseorang yang menemukan uang atau harta tidak memiliki hak untuk mengklaim kepemilikan atau menggunakan harta tersebut untuk kepentingan pribadi.
Dalam hukum Islam, untuk menghukumi barang temuan harus dilihat dari perinciannya atau sesuai dengan syariat. Dilihat dulu barang apa yang ditemukan, kira-kira sangat berharga atau biasa saja.
Ketika menemukan barang, salah satunya uang dan sangat berharga, maka harus mengumumkannya selama satu tahun di pintu-pintu masjid, tempat manusia keluar masuk untuk shalat berjamaah, atau di pasar dan tempat menemukan barang tersebut.
Hal ini sebagaimana disebutkan dalam kitab Fathul Qarib Al-Mujib fi Syarhi Alfazh Al-Taqrib atau Al-Qawl Al-Mukhtar fi Syarh Ghayatil Ikhtishar, karangan Abu Abdillah Muhammad bin Qasim bin Muhammad Al-Ghazi ibn Al-Gharabili:
(و) أن (يحفظها) حتماً (في حرز مثلها ثم) بعد ما ذكر (إذا أراد) الملتقط (تملكها عرفها) بتشديد الراء من التعريف (سنة على أبواب المساجد) عند خروج الناس من الجماعة (وفي الموضع الذي وجدها فيه) وفي الأسواق ونحوها من مجامع الناس،
Artinya: Kemudian setelah apa yang telah dijelaskan tersebut, ketika penemu ingin memiliki barang tersebut, maka wajib baginya mengumumkan selama setahun di pintu-pintu masjid saat orang-orang keluar habis shalat berjama’ah.
Lafal arrafa dengan ditasydid huruf ra’-nya, diambil dari masdar ta’rif (mengumumkan) tidak dari masdar ma’rifah (mengetahui). Dan di tempat ia menemukan barang tersebut. Di pasar-pasar dan sesamanya yaitu tempat-tempat berkumpulnya manusia. Pengumuman disesuaikan dengan waktu dan tempat daerahnya masing-masing.
Kemudian, jika ia tidak menemukan pemiliknya setelah mengumumkannya selama setahun, maka baginya diperkenankan untuk memiliki barang temuan tersebut dengan syarat akan menggantinya--saat pemiliknya sudah ditemukan.
Si penemu tidak bisa langsung memiliki barang temuan tersebut hanya dengan lewatnya masa setahun, bahkan harus ada kata-kata yang menunjukkan pengambilan kepemilikan seperti, “Saya mengambil kepemilikan barang temuan ini".
Jika ia sudah mengambil kepemilikan barang temuan tersebut dan ternyata pemiliknya datang saat barang tersebut masih tetap seperti semula dan keduanya sepakat untuk mengembalikan barang itu atau sepakat mengembalikan gantinya, maka urusannya sudah jelas.
Jika keduanya berbeda pendapat, si pemilik menginginkan barang tersebut dan si penemu ingin pindah pada gantinya, maka yang dikabulkan adalah sang pemilik menurut pendapat al ashah. Jadi sangat jelas, bahwa barang temuan dalam hukum Islam, harus diperinci terlebih dahulu, apakah barang tersebut sangat berharga atau biasa saja (remeh). Setelah itu harus diumumkan sesuai dengan aturan syariat. Setelah melewati berbagai kriteria yang ketat dan memenuhi untuk dimiliki maka penemu baru bisa memilikinya.
Itulah penjelasan tentang hukum Menemukan Uang di Jalan Menurut Islam, Diambil atau Diinfakkan Bila Pemiliknya tidak Ditemukan. (lis/berbagai sumber)
Baca juga: Tulisan Arab dan Arti Hubbul Wathan Minal Iman, Cinta Tanah Air atau Nasionalisme Bagian dari Iman
Baca juga: Arti Ujibu Dawataddai Idza Daani Falyastajibu LiWalyuminu Bi Laallahum Yarsyudun Syarat Kabulnya Doa
Baca juga: Arti Tabassumuka Fi Wajhi Akhiika Laka Shodaqoh, Hadits Senyum di Hadapan Saudaramu adalah sedekah
Baca juga: Hukum Membully, Mengolok-olok Orang, Ustaz Habib Jafar: Sesungguhnya Kamu telah Menghina Penciptanya
Oase.id - Dalam Islam, menemukan uang atau barang di jalan (luqatah) memiliki aturan yang jelas yang harus diikuti. Secara umum, Islam mengajarkan bahwa harta yang ditemukan bukanlah milik si penemu, tetapi tetap milik pemilik aslinya. Maka, ada kewajiban tertentu bagi orang yang menemukan harta tersebut sebelum ia bisa menggunakannya.
Berikut adalah penjelasan lengkap tentang hukum menemukan uang di jalan menurut Islam beserta dalilnya:
Kewajiban Mengumumkan Barang Temuan Jika seseorang menemukan uang atau barang di jalan, ia wajib mengumumkannya dalam waktu tertentu agar pemiliknya bisa mengambil kembali barang tersebut.
Dalam hadits Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam dijelaskan:
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
"Kenalilah tali pengikatnya dan tempat menyimpannya, lalu umumkan selama satu tahun. Jika pemiliknya datang (untuk mengambilnya), maka berikanlah. Jika tidak, maka manfaatkanlah, dan barang itu tetap menjadi barang titipan di tanganmu, kapan saja pemiliknya datang, maka serahkan kepadanya." (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits ini menegaskan bahwa seseorang yang menemukan barang harus mengumumkan barang tersebut selama satu tahun, dan bila pemiliknya tidak datang, si penemu boleh menggunakan barang tersebut, namun tetap bertanggung jawab untuk menyerahkannya jika pemilik asli datang.
Barang yang Nilainya Kecil Jika barang yang ditemukan bernilai kecil, yang biasanya tidak dicari oleh pemiliknya, maka penemu boleh langsung mengambilnya tanpa harus mengumumkannya. Dalam sebuah hadits, Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam ditanya mengenai hal ini:
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
"Ya’ni shibrul misak (tali kecil atau benda yang kecil yang biasa ditemukan), maka jika barang yang ditemukan tidak memiliki nilai yang besar dan biasanya tidak dicari oleh pemiliknya, maka boleh diambil." (HR. Abu Daud dan Tirmidzi)
Barang Temuan di Tempat yang Dikhawatirkan Hilang Jika seseorang menemukan barang di tempat yang berisiko hilang atau rusak, dan ia merasa pemiliknya sulit mencarinya, maka ia boleh mengambilnya untuk diselamatkan. Namun, penemu tetap harus berniat untuk mengembalikan kepada pemilik jika ia datang.
Penggunaan Barang Temuan Jika Pemilik Tidak Ditemukan
Setelah satu tahun dan barang masih belum ditemukan pemiliknya, si penemu boleh menggunakan barang tersebut. Namun, apabila di kemudian hari pemiliknya datang, barang tersebut harus tetap dikembalikan.
Dalil Lain yang Menegaskan Prinsip Ini Ada juga hadits lain yang menegaskan pentingnya mengembalikan barang temuan kepada pemiliknya jika pemiliknya datang:
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
"Siapa yang menemukan barang temuan, maka hendaknya dia mengumumkannya selama satu tahun. Jika pemiliknya datang, maka berikan kepadanya. Jika tidak, barang itu menjadi miliknya." (HR. Bukhari dan Muslim)
Kesimpulannya, hukum menemukan uang atau barang di jalan dalam Islam mengajarkan untuk:
Mengumumkan barang tersebut selama satu tahun agar pemiliknya dapat mengambilnya.
Jika barang bernilai kecil, penemu boleh langsung mengambilnya.
Jika setelah setahun pemiliknya tidak datang, penemu boleh menggunakan barang tersebut, namun harus mengembalikannya jika suatu saat pemiliknya datang.
Ajaran ini bertujuan untuk menjaga hak-hak pemilik barang dan mendorong sikap jujur dan bertanggung jawab bagi orang yang menemukan harta atau barang di jalan.
%PDF-1.7 %âãÏÓ 1 0 obj <> endobj 2 0 obj <> endobj 3 0 obj <> >> /Parent 20 0 R /MediaBox [0 0 595.3500 841.9500] /Contents 4 0 R >> endobj 4 0 obj <> stream xœÍ=Ûn$·±=+�´# –4Ò®4Úµ<‰ãÄñÉvº›Íf÷c®Èk€òâ·ç A ùÿ‡SÅK_Ȫžêµ=–íj¥©b±XwÉr_Àÿ>à_m]æ�Þÿý»ýöîÇåÞTøøÑ]àðÃïöý·ÿ ß6�AÐõëð·ý¿�ƒ«u™+máü·¥ÊM׿‹á[„øýÇýoÿü;øï/û²Úüß}OfÙ5yÓ´û²Ì«Bí?~?þøwûÛbÿßÿÛ�eÙ*{•�d§ðÝú×û�ÿÜÿéãþ¯£9õcÁ´ÆÕÓ�t^µ5~´0Ô0'ÙYvž½†A6ðun2U®”)ÇÇ8ˆ¯³û+ÿ�Køô¾®ìu››RñŸ>ƒ‰|[”p u—«®áN²Ï`Þ—ðùkøº±¿j«¼Ð-cÉÏnþ:‡åf?ºÎ¶Ù•¥êÌÑoòÒèbɘÌ@7¹jË®#@>¨Bçuk€ûM^Àú|ücøÀkK%"²ŸTM®Ý”þHŽº6ØQÏÂÇ»ffQ^ÁÇoàˆí—E)’Fÿ�+`Ä |�ÒòUë¼ëêyùšŠñré\Oˆ@¹Þ �n^ub<»\@l²WnVE^¶³K尖ݼ¼\§^yNÕEÞÖõg7–Š+ÔEøscÙuy7Ïß5Œqç8 òv^¥2+A‚Á®˜,Y ¿"®¬,1ËÜ€fuÕü2W…C5³ÐÛì>{“½µ#T x¦›£éÁ©t^6UQP–#"²Tˆ�€nžÎ‚§ð<{ÌvÙ£ã`RäÏUS‘!p´Ö`®Aßg;Ëž²wÙû쾩9ñ»‚O~ž=g_d;~Â] Æ»ý3>óæJùÔ|Axš:ùqÙ2`ËÿcŸý,ûyö%üýøú*ûŠšPQ–ÏÆyhïRÁM—ê¾=äRÿ‡Ø¥‡�i0j:‹S/�ªíâ^[÷¸¶.òÜ# ïÕµRçV©`CYÉ¡/€€KøûÊy‚ñ>³ÎìÐç|dY ·7Rì·@×@Y… Ú0öäWÛì(¹…P†cI ûÆRÿ6H ªtD×ì9ð`g~â ™Š_’vjÚA),ŽkG�qP‘±"-å”Ý>äúÔXp™à®Áh¯Âº÷³-©•_\›.ZˆkÀp\Û ünàÊ°Çڮجúʇˆ`ž:\)† .’@c:@·EM¢Äãè�zP¢®+Yx’»î@ÿ˜ Šò9àœÑE×j9ä*9÷íwÁí·´²²ÌwÖ†U7rk}ü:(.;E8¡,ðiÝ5ÇS\fÕ51h$¯í¢½wl!|® Ê5DS+ó9 ºôèž�µêYh€ð¢åÐÅÔú>Xý]e[Ǿ V�#¡Ž"Z¶F:æ³s°p FÕ‰¶yè‹?Éå�ácC ´ð$õhá_Û¥›Xxä moïÌËàxŽ u…ž6u-m¬™¯A<\Ît™ßÂ4�]nª¥iz®MÝícéÂøáuÈ.+ŽKMݦv%ÝIŸ…0+ÃÆöI¾ö ¤rÀ¦®—`xðzP¥–Ó°éýê ëR¿›³ oª&�¤cf¡!–gX ÔØ“©‡ž›Qi’õ'ëPu©ñ°àE1å•|àòÑÛ4>WˆÇ�´®E¬éâÊ€£ Œí®ú1!PLdOÀcb™†YÝ°îxV±YAQ}ô±öv¤¤eÇbI8�YÆvšep)9 Ÿ&—i¨ÂU•ë:öó.1«ˆœÔ•´ ÐV¹i�\pE¿5¸iM›¦:M„™PƒvC˜FÜv–•¯t…‚Äóà}ó`'Ú©¹u•[„¥…²ªížÿ‘w]жb`xÑ÷5%󽜸JÐP“‚0˜öJE;GéGä½Ïzü+ëàß÷’`è ײ0ÚtjH›£nºþÌjýYÈŸ!ª¨KÓRæ$7ê˜-/NjÛ¢¼Ž„tÛ‹�6³º£¤÷‹‡Szü²Òn°VUºÄéFS‹¬UÃBêOÞ¨&¡î`lÞ6IÀ‹¼,•©´Æï ݶ˜äEcÿ3NPfð~éw¶1šmŠBLÏ¡jäCcgµ4Ä䦑¯ÇÎ'¶(ׇìÞO¶[,àðΪxõéUÁ8…�L,·g"!GÆ«/i™R M¨”ôÁ57:}0y\+›�|vF`€¤£Zvë��ð~º¸§-…_».läp4‘+í8øÈ2þâ°Î \ E¼ÄPßY)Z¬TÄ0¢'?7Ÿþ;¬È2A ëàKúÃH jX_£¥ÁÈq6µ/†L- pÒe,`‰Cd HHÚpÛ)¼¸•„„™21 bHÒ ˜®•Â“A<úW‡Í ·XÛI,6$A¥¶1tÕJ¾f}›[ŸÀɶŽ³X]QÞGR‹�ÕÔú÷\CÝ<ñAÙ.dêôÞ¥‘òt"„5 ÖÕyˆ©Ö�s�-¡gUÁh¡Yö³jŽ’D›4ë^ýyÏæGªP¶ÿGÏ�‹ÊÏ<ûæ]ÃôŠ©¼Œ+ÙgžñWÁ8r1Oéz úÄÇŠÒ}pªdpàæÀ45úR{”mQq\Ò“Y1º$‡_Ö9¤/ ö•J˜¸(Ê&¨HüªæÆOaÏ*[œ¼þt©ÎAå†ü3,wî)ê‹@ÅNAÛx©D1~<$Õø,¤u©~Qü•ý1$ñw"@±4§ ‘"÷Ë©qÊg¡Ç€‹øð|™=øœÔˆ´WÛ“H‹µÁTZq*°4V4±û±§‰° 0'áÄçH襺ì&.êë:Ì”óâ ž"€ˆ¦ ³éGQO×ØWfÄj8Jêx!(¾”tFV}(~€\`æ³t&À^”à©YýÒ€_NÚ'óA�oã�Î$€w‚mØðPÄçù˜ %…�7K¥pÚ±Iø`ÔÞZã8Ùêä:H<ó\䢇ϵ?U¿²F1e^æê†Ý&1-H¾ Äo¹W½$*x)1½h?Ô¶iÓ}ç!l¿â]«ø᧾vç÷ß±1ËáSBÃv1�x8µ$ÒObV/ Ž÷-ó8¡[P `æ{âï^lÙS¢üÆw«Ü‡¬�ëË!¡ßØ¢g80ÓÇÇŒM˜2q;éK Ä?Á ºÑÃM':/«z**ÉyìÌ^o24=Öé1·×>ŽJ�a·Ã)ÅXûÓÑ#2 k‹õD0ûûÔå¶@‚ú„,\Sp¶Äd�ûu0*\Îb'NÕêÞúÓg£Ž“FÏ�’KéðzâÃÜy#V,ç$<åš–Ðþöak#ù_e®ÿØw_¶¬m}Áñ4ögÝY7÷Î5ç…êk“wšr×m^+²ôÀ‰QîÉß#ðèÛ‡>£¦fz¹S[¿¯$Ÿ€³L6`ÚŽÚn*ÎÌÀŠe™„?`-é=êÃ|ð¡?–¡#42¥ÛÛâj:=ÐKŽjûô ;ªÓÚä%Øñd+˜Z7:ºâgØ-ñ6õÌq>È}£9Jª´Çõ±?áÜw¦ÕQ9Qñ9þ �ç¾q|ŽÂà9Š¶¨¤Øm…0m…�8„E–Ÿþ ›¸¿ Li—Z;’Ó-d,õI=½b kÊ»H:NˆAwœ8„â@Â.(º9øêÀÌ™$šNjÚJ<®°ÍV+©l¥~AÓIJø›OVÝcŸ§»öÇ®6Qµg¦œ¹Riz÷/}•Üq°`n)â¼™a´Óÿ#ª 7óÔô%ó™âg a€RGmÿökmúò°Î™=I£ª�maÍÓèO šI8~DŠA¼BB;ŠHØp€îÊ_¤5 XõÌ>)bjÓ5¸´AܺOZðàC]JŽcQçJB<-ô//àb/aÿdS%Mé¢ Z2“ÐÂàÁBð‚5ÙP× ú.‰1ÅGÈq‡Ëõ†cOºà"-Á¶¸Ôì=H¶‰>|Š™Ntôƒå0s ø-§àdjÊù3ˆI³‰oýRo£¬7A)$ÖªŽM³Ðv{XI±‚�ÖR.\k’ ¼;Òžþÿö×ör»oÆ-ƒUÎNGG®%\…3_BMÇÿŸqlãvW®²Ñq±®ck™ «“RÀ³?›Ê]F'w’ÎÍ>jžHwÄä°ã+%Ï£õ7•TÛ~€Âé_–hÛgþ.¿uv3ºy�nD·ö¼ö6¦h’ÝÐS�Úµ“ZÜVí�ŒR†A‘tÏ\ªÏô†å ‡Edï¶öæè+»Uqƒ[qMìÝÍŒygï•p;axÆ?1íã)G·JÜ[%_óäì)t0²eØ&Ø9ècʧZ�²¿4oðòndøpc¼Iâ˜�(zc™Øïð� åÿ¶žŒµÝ.Z�nQUVáÚNÂì‚8•9‹ë�4®aGŽüãTf)Ú[Këºç4©x}¶¡6äünØÂÆ()ä.Zàz ðEÖߎìDìÆb{réL™8ÇUï)½³2jC)çÜð�XÝêŒÉž¸©Pu—¤&ÑÝ8š�]÷éÎ@^ì¥åâÊqr(‰¤Ì2XF‹rÕÚÄOÍ 8µ¦•vx0¡bõîG©/RœkfÎ=ó6ã´%†˜Ï´1Gß[ö£øn�Í™*‡‰sûëÕW#c“leÍ@ßû¸gÒ;Ág@ñmô«7ËA?÷f£¡¢À8§°×½ù3Þ1à*°í€è6°±>ZLˆ[ü•}FeDžCmåÌ¿lï�HH¹‹$Á·vòýÒ)6Pøq*¶‹ôlëû>�ÑÎÈ«–é©s]˜äÑ·DCæU1�m?RLžvú+Tì;ûêÉzlWÓ›ëgpœºÊÇ".~11R«Ì]Z8¯£$¨ó³kÿöÏàµ"NàŽ¹ñhíCèÛÞ׳-CťŰ ©ž kô¶"›z8Ú=‘hn|´ñ¾ë׳l¤±ÝpwÚ"Õ‘ °MW‰ÅGÖÝõÒC\w9�ø�-ǽêÞÝÃ$…¶ñŒW÷¨V£ uŒ’u…ðTÀÁ» Ih¢u°–Â.ª‚S……Ep …ø\C º`‹•®Á,i'K«ieZ|rñرì¦ÑåÐUk˜Ë�ê¼êâê]¨®ÎÝZÝźƒ‹ŠÉx¸ËŠ½E,i7æÁ; -à÷+¼WøH|=¼ ðNÀÉçz ‚3VZG§L�öº±~ÃoZh¥´“õX÷ql†+˜�Ñüjè·nÄQõ5€kf§û%\î†ê7ìUV©*ׂ‡-²MO—¨'�h¸é¯üõÛQ¥–½ �¤yÁ9X¿�ÃV×¢÷<ïÑÈ‘3[±µ�LCÇ=DÂc_Æ7tô¾¸©¥tÿf*=éáż·Q‘FK¦,I’çb"‰‡IÖ× SK±ÜX&a\öü9.’"ž–NâHLïm~�e“Ïv‹g#Ï ÉÝs,Ä/�ÝôÅÔ e(žÑk6}Æ"ƒ‚Kª‘%éÙ«W}ËrÈE uËp–D#�º;Ôÿ8][A±¸ís<Œž¶�ÁrïCoŸùø´Ù°uhÉÊÖ_�ª«ª™áCa›¬²^¡'8£B'åµÕŠçþžÌ sK#MñD¸`eóðäØy U-M°)>2µàľûiÚc^ L&ÌÃïÕt“À/Dw…[r ~ÙqÓ^~'E KFÿZ§ ü•q‹Å8ðƒØ×T8éØwãž™k-RÈ·¶9äÒ~ÝG*‚g\Øû \òë5¾—äPêÙè\›æ…=�Rçµj‰›l‡xS4¾ñØæm3Æg`ÄwU#|GU¾ôOqŒšûÞAƒ¸ Ç�v»wþ¸ýnÔÎY«™Ìµ¦œµ8…# w0:ÎÀŸ i¸Œ·N=Ö`ŠC§Üì{ÄàâC¯éÁ ®��úIK6û¤Ì€¼šúŵaš29~ŠYﳕ¶ jØ R)¼è>}„TÄ{\6| Þ‹»¢�„vYËn\›á®s´Tǽ�3ïÅÙ—ï8±!°¥¯»h.üÀ®Á±¥´ WyI‰kUÈÍè”IJZU:vðŠá+U-º_ºÃ{ÜŽX;‘êrS%ç(PIÑl3÷üõżÊl™¼�vòŸîµ›ì>™:@Âf¿Ñ%F6¼é+±øb -o>ªóôå ¾^Át’£?[}½ËF¯93]³ÅJv5?N‚†—Ç&ÏÖòNýª€xÑûÁ¡óðLÏà×T1sêSìp D'U#³êÞT}ìSó¹£?áü†{5mr ç¯ûÿ1`Â… endstream endobj 5 0 obj <> endobj 6 0 obj <> /CIDToGIDMap /Identity >> endobj 7 0 obj <> endobj 8 0 obj <> stream xœ¬¼ xÕ¹0|ÎÌH3ÚGû.�¬Ý#KÞm9"ÇK;Ø�ÍN0v6vˆí¶’Æ”BH Ä¥”ý’ta¹¥½Qœ ”b¸)eiJzKiË-�¶)…‚Û´ \Z°õ¿çH áÞ~ÿÿçù4>û~æÝÏ#ŒÒ Ä"ñ¢Íë7ýgöÒiÈy \óE�aù³fÄ_¹|ý5£<£þÄ?']tù•×|÷1áa¤§/½ðòØ=âc©ëFÇ7�fßyÑ€�À!dêÚxÕ•Ò|í['rö"Ä¿qÙ–�ë‘öük & ý÷/¼ìÚnºêÀnHŸ@è‚%tn*ýÑ5®;k‡M¹·€Èó?OÂøhò“+çn‘`¤«À´">šïBkDôÉ•ÿx[DåüÏ~iš“FE9ô/ˆGQ†YG¹÷‘ 1ÌwP“E9˜x'8ÕÕYd†8Ã~-…²³H„6¨k€¸ÂàVBÜaZõ#$²~´ BÒþ RÜYL¶¸úèåPñï�î‚x7”•ÛŠª ïÕjTmÂ�Aÿ¨s\ Ü è¯šôOÊÁ-�qžƒ6‚>:T?*þ^Y´j¥’_xVnA[¶µ¥¹©±¡¾®6“®IÉÕÉD<�„«BR0à÷y=n—Óa³ZÌ¢ÉhÐë´�W«8–Á(Õî‘ ±‘/YRCÒáõ�±þŒŒ‘‚YÝŸ¯S�Fh5éó5¨yÁ«©”j*§kbQÊ¡\MJê K…£�ai¯=g â_éJ…Y_Nã“4n€x( ¤.×E�R�H]…î«.ÚÝ5Ò ÝÐi;›µ5)t@«ƒ¨bgxô v.Ä4Â8»Ú0H0À¤ žpgWÁî$3(°Ñ®õ› ýçtuzC¡ÁšTwlo( ð¢‚I¦UP¦ î(ðtéb²t«t 5³û¶im‘õ›Â›ÖŸ7P`×’1Ì2ŒÛYp^wÂõY:·tì<³ÔËîîr],‘äîÝ;¥Â¾sÎ, pú(0Ñî‘ÝÝ0ðm°…=+$‹¹ip €o‚%²²¦Òê6‡»HÎÈ%RA^¾h÷%#ðb<»èÜkCS�r¸xyº¤Ý+¡BÞ\ßé;`C»Ï½ö [‘ÜŸ/©IÍ¥m=`4•#zÙ‘ͧËhŒV'±žsOï+&3 /p(H%˜É@ÖÔJ¼Íh÷ÆV¨¿A ›à}\\ÐtŒìÛ _$íª¨–vˆàý‡g?ø|ÎúrŽ:*~ˆH”@Éi@ƒòJ¼ Ë…êj |¼Q˜ãBšnªI]5Í£¢lꇽ]?Ø–�Í…Èë½uZA Q˜8g ”–ÐïR2ò`�!%3•û*R2Q)9Ý|$p|ˆÒ${Aˆ�þ3‰k×Emìø)Þ\*ïYî9gí€Ôµ{¤¼·=+?—*•·ž.+Çp© 6¼ÀEa§–†ôÎ];@2àOíw]<²P æX°v°^f°c¼,í à÷¼Ó=“Ä€žôÅEÕþ7Mó 0ÍÁRwAYRòµ¡Ðÿ²Ñtñ$iEƒÏš•×Th“?Ÿ^ð¹ô禧ßÍ„¹Ó³ríîÝÚÏ•u±Ú½»;,uïÙ½~º8±!,‰á݇Ùv`÷h×HåõOŸºÕ[è¾mqnÐfТa|Ë9|ËŠµ‡�åH·¬˜b0Ó1²hð@ÊK)4—!¹$“$$’@=°bŠh}ïa¡ ZÊÑšÞ8�Í*ymœfJyb%��<®”§Ð<ò#”¢cåÀ™0@k°`ê0ZÉ~p�æÛíì 4¾‡ö²¿Goƒã€ƒ� ÷{”7 ñ"8Uq†ýÍÁ®®zeB9MéD²þ0)˜òøêŸaÃ|ÅQ2ÞžrxiÉ[S‹•#Í¥ÈÁêšú·Ûµì[èÏàö-öm”(µ:˜Hןl7@f¿ˆL£ ÚǾ‰ रoŒÄê÷>ËþÊ_f_B›h³—¦æzèðGì“È‚‚ììãå’ÇÍõ¨}+pJŒfÀ?î8¸“à8´…}í ·Ü~p2�—×GrØÇØÇ`žA{øp[ÀíÇÁ~ò/%>û({ ª‚¶·±w";„·²_£á·!ô@øMÈ@ø H“po9}?„¤ü¾rþ½�v@xO9¼ò½Þi~½œ¾ŠÝFÛ]Y÷±[§A±= å¸Zp,Äî„Ø�°uwB ��ÙÙËèH ¬‡ðòRÛµ}*¦ïhûA§»~lévØúí°sÛaç¶#Š®¯Ô¹¾T§†½ê\u®‡:×îԲ[a¼ðÂø"8 û¾ö�äÀŸwŒæüIpûHŠ½ö1 ³ÚÅ^2•�]x0«ÔçŸf/€Vغýõ{>Ki´!4–C©»™–n>¨Ñ“ÜÍ=þRµ.m7²ÑÀ1È~\#¸Np»q*’ >Åž�.�bî`v°;¸*®¶[žeëQ?H£AdakP*$ƒÃ9Ü2¢ÕLhXQ#ij5Š¦_£ÚÂî`÷°l�Í°y¶�fUÓÅ™)¾e±ºaR·OWÐÍèŽéTõŒú˜ú¸ú¤Z%©kÕŠº_=¢UO¨'ÕûÔšIõ$ÏŒèFu:VÔIºZ�¢ëש‚<Þ×~»�°ðEp£à&Áq°ÇÃ�/±çƒ†·1[q>ä#ð¤DpÇ ~B¤LPÏõL�k‚\ä"ðII?¸p£åRõé’JRÿ$)‡R#äao�ƒ’ÄÀ-ƒ”RH Ö1æS˜¡¾®K󎃨¿RV[.§¦å'i�J™BÚ2Ÿ*ëã3I\Hâ}I<™ÄJ.ß^¯T�g±X†ÃÃÑáÄðCÜ–ð–è–Ä–‡¸¾p_´/Ñ÷—ç£ùDþ!.ÎD3‰ÌC\0ŒÁ‡¸=½û{Ÿí}µ—îÝÒ»£—m�WwpJ®§aU”„�O¹=õ-¦öÌ~XÎ0ø{Á½ ŽEAð3àò඀ã˜ýà™ïAî÷ ÷{ j|Ú|6ûmð�¼€,—‘ü½´ŒÄH9ó¹rþÝ©¶†¾öe@r‡ÁíÇBßß…òïÒÚ¥Ø~š_ ÿ8Íï+×ßGóƒàWÚ°@àÖR2·Ðo-ÿµhÜ(8z•]Ìa éü ¸QpûÁqìZxÖ°k˜ïÁó]æ»lJ1ÔÙƒÈá >c1b»ÈèøQêßCý]ÔÏS?¢—>ZføÁ2ÃÍËqˆ0 ÔwR?¤èÚ ‡Ú }í†d»zs¢hWv꫉�ߧþÙÔO)¶�áï!ÃßB†¿„ÿ2Œ…g…H;à®�±Q_G||õ—Q?¦è‚†‚†5ACKÐÐnÀb-¢~€ú^âã¿2uš�æiüWÔ =á©\2,™¸8•k‡`~*·‚¹©Üƒüc*÷µà÷ñß1eiø£©È‰`»ŸÂK9’þ[9ü^Šƒð$„Bø0Êá(„ßžÊÝ@êÚßéo¢*�Ôÿê§íöâ¥4ÿ_Êí˜Jm€QïŸJ]£Þ‡RtÔ»§R' ÷kS©]Ü1•º‚=SQ2ÁK¦rÕÁv3¾ERw#Š2d&½å—@Ï—A¸¸Ô¸k*EZu’¦qÇT¸‚8™å÷qõÓá‚SaºH? Ó.|(L'íEQ±‰NÞ 0 …©ð ЋúPôDð¿rO“…£±iêÁàï¾ë[ Éßâ¥S�z˜l×TðÕÔ4Ž>üIøéà#ÓxõTp&5-@Á³©i?<
Muslim Terkini.com - Ulasan berikut akan menyajikan hukum taruhan tanpa uang dalam Islam, disajikan dalam bentuk artikel yang akan membahas tentang hukum taruhan tanpa uang boleh atau tidak dalam pandangan Islam.
Acapkali kita melihat di tengah- tengah masyarakat praktek taruhan, baik taruhan yang bersifat bersyarat atau pun hanya sekedar permainan saja.
Bagaimana Islam memandang sebuah taruhan yang tidak berisikan syarat tertentu atau tanpa ada permainan uang di taruhan tersebut ?
Mari kita simak penjelasan berikut yang kami nukil dari pandangan para ulama yang menyebutkan taruhan dengan bahasa agama yakni (maysir).
Baca Juga: Surat Al Baqarah Ayat 219 Arab Latin dan Artinya, Tentang Teka Teki Meminum Khamar dan Judi
Bismillahirrahmanirrahim
BAGAIMAN HUKUM TARUHAN TANPA UANG DALAM ISLAM?
Islam memandang taruhan dengan bahasa Alquran yakni ميسر ( taruhan/ permainan)yang kata tersebut langsung Allah SWT yang menyebutnya dalam surat Al Maidah ayat 90.
Taruhan adalah sesuatu kegiatan dimana saja dan bersepakat diantar keduanya, untuk menentukan menang dan kalah.
Baca Juga: Taruhan dalam Pertandingan Sepak Bola Hukumnya Berdasarkan Alquran Hadits dan Ulama, Ternyata Begini
Berikut pendapat para Ulama menyikapi masalah taruhan (maysir):
Ibnu Utsaimin mengatakan, “Karena engkau dihadapkan pada pilihan antara untung ataukah tidak rugi, maka tidak ada taruhan (qimar) di dalamnya.” (Liqa’ al-Bab al-Maftuh: 201/30, Maktabah Syamilah).
Al-Majma’ al-Fikih al-Islami, mengatakan : “Setiap peserta dihadapkan kepada dua pilihan, untung dengan mendapatkan hadiah atau rugi karena kehilangan uang yang telah diserahkan, inilah tolak ukur taruhan yang haram.” (Taudhih al-Ahkam: 4/351) Imam Malik berkata, “Maisir itu ada dua macam,
1. Maysir lahwi (maisir berupa permainan)
2. Maysir qimar (maisir berupa taruhan)
YOGYAKARTA- Kajian jelang berbuka di masjid Islamic Center UAD pada hari Sabtu (30/03) membahas tema tentang hukum dan Islam yang disampaikan oleh M. Habibi Miftakhul Marwa SHI, MH (Dosen Fakultas Hukum UAD) selaku pemateri.
Mengutip dari Rene David guru besar hukum dan ekonomi universitas Paris, Habibi menyampaikan bahwa tidak mungkin orang memperoleh gambaran yang jelas tentang Islam sebagai suatu kebulatan, jika orang tidak mempelajari hukumnya. Kemudian kerangka dalam Islam itu ada 3, yaitu akidah, syariah dan akhlak. Akidah berbicara tentang keyakinan dan keimanan serta bagaimana tentang ketauhidan. Syariah adalah sistem hukum yang ada di dalam ajaran agama Islam. Syariah merupakan kumpulan norma ilahi yang Allah turunkan kepada umat manusia. Akhlak secara garis besar adalah sistem etika dan moral yang ada di dalam ajaran agama Islam. Antara ketiga kerangka tersebut terdapat satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan karena saling berkaitan. Islam memiliki kumpulan aturan yang lengkap hampir bisa dikatakan setiap aktivitas yang ada di dalam kehidupan manusia ini Islam memiliki sistem aturan. Aturan-aturan yang telah ditetapkan Allah dalam syariat itu ada aturan yang mengatur terkait tata cara beribadah dan membangun hubungan dengan Allah SWT. Islam juga mengatur tata cara membangun hubungan manusia dengan manusia, manusia dengan alam yang disebut dengan muamalah.
Kemudian Habibi juga menjelaskan terkait perbedaan syariat dan hukum. Di mana syariat itu adalah kumpulan norma ilahi yang mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT (ibadah), hubungan manusia dengan manusia dalam kehidupan sosial, hubungan manusia dengan benda dan alam lingkungan (muamalah).
Dan hukum merupakan suatu kumpulan aturan yang dapat dilaksanakan untuk mengatur atau mengatur masyarakat atau aturan apapun yang dibuat sebagai suatu aturan hukum seperti aturan dari perlemen. Manusia harus di atur agar manusia bisa hidup tertib agar tidak terjadi konflik. Dia juga menyampaikan bisa disebut hukum apabila memenuhi 4 unsur yaitu ada aturan, ada yang membuat, bersifat memaksa, ada sanksinya bagi para pelanggar aturan.
“Kedudukan hukum dalam Islam saling terikat karena Islam menjadi agama paripurna yang berisi aturan-aturan dan yang menjadi sumber hukum utama dalam Islam adalah Alquran dan hadis. Nabi Muhammad SAW sebagai pemimpin hukum umat Islam.” Terangnya.
Dalam Alquran memiliki kandungan hukum, seperti pada surat surat madaniyah kandungannya berkaitan dengan hukum. Ayat-ayat hukum di dalam Alquran ada sekitar 368 ayat atau sekitar 5,8 persen dari seluruh ayat di dalam Alquran. Nabi Muhammad SAW sebagai pemimpin hukum telah meletakkan hukum-hukum modern di tengah masyarakat arab yang masih jahiliah. Nabi Muhammad datang membawa perubahan terkait sistem hukum yang ada di Arab pra Islam. (Ekha Yulia Ningsih)
Pernikahan dalam Islam adalah salah satu institusi yang paling penting dalam kehidupan umat Muslim. Menurut ajaran Islam, pernikahan dianggap sebagai ikatan suci antara seorang pria dan seorang wanita yang saling mencintai dan ingin membangun kehidupan bersama. Dalam artikel ini, kita akan membahas beberapa aspek hukum pernikahan dalam Islam.
Sebelum menikah, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh calon suami dan istri dalam Islam. Pertama-tama, keduanya harus memiliki kemampuan untuk menikah. Hal ini berarti bahwa mereka harus memiliki kesehatan yang cukup, kecukupan ekonomi, dan kemampuan mental dan emosional untuk menjalani kehidupan pernikahan.
Selain itu, dalam Islam, seorang pria dapat menikah dengan wanita Muslim, wanita Yahudi atau Kristen yang hidup dalam lingkungan Islam atau agama lain yang diakui oleh Islam. Namun, seorang wanita Muslim hanya dapat menikah dengan pria Muslim.
Proses pernikahan dalam Islam terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama adalah lamaran, di mana calon suami mengajukan permohonan kepada calon istri untuk menikah. Kemudian, jika permohonan tersebut diterima, proses pernikahan dilanjutkan dengan upacara ijab kabul, di mana pihak calon suami mengucapkan janji nikah dan pihak calon istri menerima dengan mengucapkan kata “qabul”.
Setelah proses ijab kabul selesai, proses pernikahan dilanjutkan dengan akad nikah, di mana pernikahan diresmikan dengan menandatangani kontrak pernikahan atau akad nikah. Akad nikah ini dilakukan oleh seorang imam atau hakim di hadapan saksi-saksi yang sah.
Dalam Islam, suami dan istri memiliki tanggung jawab yang sama dalam menjalani kehidupan pernikahan. Suami harus memberikan nafkah dan perlindungan kepada istri, sementara istri harus menaati suami dan membantu suami dalam memenuhi kebutuhan keluarga.
Meskipun Islam memandang pernikahan sebagai institusi suci, namun dalam beberapa situasi perceraian dapat terjadi. Menurut ajaran Islam, perceraian dapat terjadi baik atas kesepakatan bersama antara suami dan istri maupun atas permintaan salah satu pihak.
Namun, sebelum melakukan perceraian, Islam mengajarkan bahwa suami dan istri harus melakukan upaya maksimal untuk memperbaiki hubungan mereka. Mereka harus mencoba untuk memperbaiki komunikasi dan menyelesaikan masalah yang terjadi di antara mereka.
Islam mengizinkan suami untuk memiliki hingga empat istri, asalkan dia dapat memberikan nafkah dan perlindungan kepada semua istri dan anak-anak mereka. Namun, poligami dalam Islam tidak dianjurkan, dan seorang suami harus memperlakukan semua istri dan anak-anak mereka dengan adil.